Hello Explorers! Setelah kemarin kita mempelajari tentang UX Design Process, sekarang kita akan melanjutkan ke materi selanjutnya nih, yaitu tentang Design Thinking Empathise!
Dalam dunia UI/UX kita mengenal istilah Design Thinking. Secara konsep, Design Thinking merupakan cara atau langkah yang bisa kita ambil untuk memecahkan suatu masalah dengan prinsip praktis serta kreatif. Dalam penerapannya, Design Thinking mengacu pada keinginan dan kenyamanan users atau pengguna. Manfaat yang bisa didapat dari penerapan Design Thinking antara lain:
Beberapa tahapan yang biasa dilakukan seorang UI/UX Designer untuk menerapkan konsep ini diantaranya Empathize, Define, Ideate, Prototype, dan Testing. Peran penting dari Design Thinking yaitu untuk memastikan bahwa produk yang kita rancang dapat memenuhi semua kebutuhan target pengguna. Dengan begitu, target pasar akan mudah dijangkau dengan akan berkembang semakin luas.
Kegiatan dalam Empathizing Phase
Sesuai namanya, Empathizing Phase atau tahap untuk berempati merupakan proses dimana kita sebagai UI/UX Designer dituntut untuk dapat memahami pengguna.
Apa saja kesulitan yang dialami mereka ketika menggunakan produk ? Apa yang kurang dari produk ini ? Apa yang mereka inginkan ?
Disini kita diharuskan untuk mampu fokus mendengarkan mereka dan mampu untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya. Dari informasi tersebut, kita dapat menyimpulkan langkah apa yang selanjutnya harus ditempuh untuk menyelesaikan masalah tersebut. Beberapa metode yang bisa dicoba pada fase empati ini antara lain:
Cara menyusun Research Questionnaire
Sebuah research tentunya menjadi hal yang sangat penting untuk menunjang pembuatan Empathy Map. Pada proses ini, kita melakukan observasi pencarian data atau informasi untuk mendasari suatu ide atau lingkup permasalahan yang dipilih. Kita dapat membuat kuesioner baik secara langsung maupun tidak langsung yang nantinya akan sangat membantu dalam collecting data. Tentunya, target kuesioner haruslah diberikan kepada pengguna tertentu yang memiliki keterkaitan akan kebutuhan yang spesifik akan permasalahan yang dipilih. Secara garis besar, goals dalam proses ini kita bisa memenuhi tiga jenis pertanyaan yaitu :
Tahapan Design Thinking Empathize
Empathize dalam design thinking adalah tahap paling awal yang krusial. Meski kelima tahapan ini dapat dilakukan secara paralel, tetapi kebanyakan project memulai dengan tahapan ini.
Dalam tahap ini, kamu harus menaruh empati untuk mengenal pengguna dan memahami keinginan, kebutuhan, dan tujuan mereka. Tahap ini juga mengharuskan observer untuk meninggalkan sejenak asumsinya terhadap pengguna dan mulai memahami mindset pengguna.
Untuk melepaskan diri dari asumsi, kamu bisa menanyakan apa yang dilakukan pengguna (what), bagaimana dia melakukannya (how), dan mengapa ia melakukannya (why). Ketiga pertanyaan tersebut akan membantumu melakukan observasi yang objektif
Agar dapat memahami pengguna dari sisi psikologis hingga emosional, kamu bisa berinteraksi langsung dengan pengguna. Namun, saat ini, sudah banyak cara yang bisa digunakan untuk memahami pengguna. Misalnya seperti menganalisis feedback produk dan mengidentifikasi perilaku pengguna di media sosial.
Contoh Penerapan Design Thinking: Studi Kasus Gojek
Kali ini, kamu akan mengetahui kesuksesan Gojek dalam menemukan masalah dan memberikan solusi menggunakan design thinking. Founder Gojek, Nadiem Makarim resah saat banyak orang tak percaya ojek bisa menjadi pekerjaan profesional.
Keraguan tersebut di jawabnya melalui penemuan inovatif berupa aplikasi penghubung mitra ojek online dan penumpang dengan Gojek. Per 2020, Gojek telah mengumpulkan 38 juta pengguna aktif bulanan, menyabet gelar unicorn pada Mei 2017, dan menjadi deca core dua tahun setelahnya.
Berikut tahapan penemuan Gojek menggunakan design thinking empathize:
Nadiem mengatakan bahwa sektor ojek sangat bernilai. Ini berawal dari pengalaman pribadinya yang lebih memilih naik ojek dibanding membawa mobil sendiri untuk menghindari kemacetan Jakarta. Nadiem mendapati bahwa masyarakat juga merasakan keresahan yang sama dan membutuhkan transportasi alternatif.
Di sisi lain, karena sering naik ojek, Nadiem dapat memahami seluk beluk perjuangan seorang ojek yang bekerja selama 14 jam sehari dan tidak bertemu anak istri, tetapi hanya dapat 4 penumpang. Nadiem merasa prihatin dengan nasib tukang ojek.