Prinsip Umum Perancangan Area Kerja
ERGONOMI PROSES KERJA
Perancangan berpusat pada manusia dalam perancangan suatu sistem, apakah itu sistem fisik ataupun nonfisik, dikenal dua macam pendekatan. Pendekatan yang pertama adalah Technology Centred Approach (TCA), sedangkan pendekatan kedua disebut sebagai Human Centred Approach (HCA).
1. Technology Centred Approach
Adalah perancangan sistem yang terfokus pada teknologi, dimana pertimbangan terhadap manusia sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali, baik dari segi sosial, psikologis, maupun organisasional. Karakteristik pendekatan TCA ini adalah 90-95% dari sumber daya organisasi (waktu, komitmen, uang) diinvestasikan pada isu-isu teknis. Selain itu, pada pendekatan TCA hal-hal yang berkaitan dengan teknologi menjadi pertimbangan pertama, sedangkan faktor-faktor manusia dan organisasi dipertimbangkan setelah isu-isu teknologi diputuskan. Pendekatan ini juga menempatkan manusia sebagai pelengkap teknologi, di mana manusia mengambil peran-peran yang tidak bisa dilakukan oleh teknologi. Di dalam pendekatan ini, isu-isu psikologis dan individual biasanya terfokus pada bagaimana melatih operator untuk mengoperasikan teknologi tertentu. Dengan demikian tampak bahwa pada pendekatan TCA, teknologi dianggap lebih penting daripada manusia itu sendiri.
2. Human Centred Approach (HCA)
HCA menganggap bahwa manusia merupakan faktor yang terpenting di dalam sistem. Tujuan yang ingin dicapai melalui pendekatan ini adalah agar sistem yang baru dirancang dan dikembangkan dengan lebih memberikan perhatian pada isu-isu kemanusiaan dan organisasional.
Ilmu Ergonomi adalah untuk meningkatkan efektivitas penggunaan objek fisik dan fasilitas yang digunakan oleh manusia dan merawat atau menambah nilai tertentu misalnya kesehatan, kenyamanan dan kepuasan dalam proses penggunaan tersebut. Ergonomi mencari informasi yang lengkap mengenai kemampuan serta keterbatasan manusia. Prinsip penting yang harus selalu diterapkan pada setiap perancangan adalah Fitting the task to the man rather than the man to the task. Dalam hal tersebut pekerjaan harus disesuaikan agar selalu berada pada jangkauan kemampuan serta keterbatasan manusia. Dengan demikian maka setiap perancangan sistem kerja harus disesuaikan dengan faktor manusianya, dimana dimensi dan fungsi harus mengikuti karakteristik dari manusia yang akan menggunakan sistem kerja tersebut. Dipandang dari segi sistem, maka sistem yang baik hanya dapat bekerja bila terdiri dari:
a. Komponen sistem yang telah dirancang dan disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan oleh manusia.
b. Komponen sistem yang saling berinteraksi secara terpadu dalam usaha menuju tujuan bersama.
Banyak anggapan bahwa setiap terjadinya kecelakaan adalah akibat kesalahan manusia, namun setelah dilakukan penelitian terlihat bahwa hal tersebut tidaklah benar sepenuhnya, akan tetapi bisa jadi kecelakaan tersebut diakibatkan oleh sistem kerja yang kurang baik, yang mana dalam hal ini ergonomi mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan suatu sistem kerja, dengan asumsi bahwa karakteristik ataupun objek, peralatan maupun lingkungan dapat mempengaruhi manusia, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja (output) sistem manusia-mesin.
Ergonomi adalah suatu disiplin ilmu yang berkaitan mengenai interaksi antara manusia dengan objek yang digunakan (Pulat, 1992). Asumsi yang paling penting dalam ergonomi adalah peralatan dan kondisi lingkungan kerja berpengaruh terhadap performansi kerja. Jika produk, peralatan, stasiun kerja, dan metode kerja dirancang sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan manusia, maka performansi dan hasil yang diberikan akan lebih baik. Sebaliknya jika ergonomi diabaikan dalam merancang peralatan, stasiun kerja, dan metode kerja maka akan memberikan hasil yang sebaliknya. Suatu kondisi kerja yang dirancang akan memberikan dampak kepada operator, diantaranya (Pulat, 1992):
1. Penurunan output produksi
2. Meningkatkan biaya dan material untuk kesehatan
3. Meningkatkan tingkat ketidakhadiran operator
4. Penurunan kualitas kerja
5. Cedera pada operator
6. Peningkatan kecelakaan kerja
Dalam ergonomi dikenal istilah fitting the task to the person. Maksud dari istilah tersebut adalah pekerjaan harus dirancang sesuai dengan kapasitas pekerja. Pengembangan ilmu ergonomi didasarkan pada konsep tersebut.
Penelitian dan pengembangan pada bidang ergonomi dilakukan untuk mencapai hasil yang efektif dan efisien. Berbagai organisasi didirikan untuk mendukung kemajuan penelitian dan pengembangan ergonomi, antara lain: OSHA, NIOSH, MSHA (Mine Safety and Helath Administrasion), HFES (Human Factors and Ergonomis Society), IIE (Institute of Industrial Engineers), ES (Ergonomis Society), ILO (International Labour Organization), WHO (World Health Organization), IEA (International Ergonomis Association) dan organisasi-organisasi lainnya. Beberapa permasalahan yang umum dikaji dan diteliti dalam bidang ergonomi (Pulat, 1992):
1. Antropometri
Istilah antropometri berasal dari dua kata yaitu anthro yang artinya manusia dan metri yang artinya ukuran. Secara definitif antropometri dinyatakan sebagai studi yang berkaiatan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (Wignjosoebroto, 1995). Menurut Sanders dan McCormick (1987) serta Pheasant (1988) dan Pulat (1992), antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh atau karakteristik fisik tubuh lainnya relevan dengan desain tentang sesuatu yang dipakai orang (Tarwaka et al, 2004). Antropometri secara luas digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam interaksi manusia. Data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoperasikan produk tersebut.
Antropometri berhubungan dengan pengukuran dimensi tubuh termasuk berat dan volume seperti jarak jangkauan tangan ke depan, panjang popliteal, tinggi mata duduk, dan berbagai dimensi tubuh lainnya. Permasalahan dalam bidang antropometri merupakan kesesuaian antara dimensi tubuh dengan desain stasiun kerja. Solusinya dengan cara melakukan modifikasi.
2. Kognitif
Permasalahan kognitif muncul ketika dalam penerimaan informasi, informasi yang diterima kurang atau berlebihan. Hal ini disebabkan adanya gangguan pada short term memory ataupun dapat long term memory. Solusinya dengan cara menggantikan manusia dengan mesin untuk meningkatkan performansi.
3. Muskuloskeletal
Merupakan permasalahan yang diakibatkan dengan adanya peregangan pada otot dan rangka. Musculoskeletal dapat mengakibatkan single incident dan cumulative effect trauma.
4. Kardiovaskular
Masalah yang disebabkan oleh adanya peningkatan kerja pada sistem peredaran darah termasuk jantung. Mengakibatkan jantung memompa lebih banyak darah ke otot sehingga menyebabkan tubuh memerlukan lebih banyak oksigen.
5. Psikomotor
Masalah ini terletak pada ketegangan sistem psikomotor yang menegaskan kebutuhan pekerjaan untuk disesuaikan dengan kemampuan manusia dan menyediakan bantuan performansi pekerjaan.
Berikut ini adalah beberapa faktor yang seringkali menjadi hambatan penerapan ergonomi di perusahaan/organisasi:
a. Konsultan/ pemerhati ergonomi untuk perusahaan belum mampu menunjukkan keuntungan dari program implementasi ergonomic di perusahaan, atau dengan kata lain belum mampu berbahasa perusahaan.
b. Manajemen masih memberikan prioritas rendah dan terakhir pada program ergonomi dalam program kerja perusahaannya.
c. Dalam menerapkan program ergonomi petugas lebih banyak melaksanakan program kuratif dibanding program preventif dan promotif, dan sering kurang efisien.
d. Modal dan pengetahuan mengenai ergonomi yang masih kurang juga menjadi faktor penghambat.
e. Pengawasan dan sangsi yang lemah dari pemerintah dimanfaatkaan manajemen sehingga kurang memperhatikan penerapan ergonomi.
Sejumlah langkah berikut direkomendasikan oleh Pulat (1992) untuk menerapkan ergonomi dalam industri (Pulat, 1992):
a. Menentukan definisi dari tujuan bisnis.
b. Menentukan tujuan dari segi ergonomi dan membandingkan dengan tujuan perusahaan.
c. Pengumpulan data untuk operasi seperti teknis, kondisi ekonomi,dll.
d. Hubungan antara hasil langkah pertama dan kedua yang berkaitan dengan langkah ketiga.
e. Lakukan analisis terhadap implementasi yang telah dilakukan.
Salah satu tugas utama dari ergonomi industri adalah merancang area kerja. Konsep area kerja meliputi kontinum yang sangat luas, mulai dari stasiun alat mengasah sederhana sampai ke sebuah ruang kendali untuk memantau aktivitas produksi dari jarak jauh.
Perancangan area kerja didasarkan pada beberapa prinsip umum. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut (Pulat, 1992):
a. Pertimbangkan kebutuhan fungsional
Kebutuhan sistem yang berkaitan dengan kebutuhan fungsionalitas disaring hingga tahapan terkecil, yaitu tugas perorangan dan peralatan yang harus dipatuhi.
b. Pertimbangkan visibilitas
Visibilitas dari display utama dan tambahan, sistem kendali, peralatan, pekerja lainnya dan area kerja memiliki tingkat kepentingan utama dalam perancangan.
c. Pertimbangkan kemampuan mendengar pekerja
Kemampuan pekerja dalam mendengar sinyal suara dari berbagai sumber input informasi suara seperti: buzzers, alarm dan berbagai jenis display audio lainnya (baik yang berada di dalam maupun diluar area kerja) harus menjadi bahan pertimbangan dalam perancangan area kerja.
d. Pertimbangkan clearance
Clearance yang cukup akan menghasilkan kenyamanan bagi pekerja serta kemudahan dalam menjangkau dan mengoperasikan peralatan. Selain itu clearance juga menghindarkan pekerja dari potensi kecelakaan kerja.
e. Pertimbangkan kebutuhan jangkauan dan manipulasi
Prinsip ini merupakan dasar bagi penentuan dimensi/ ukuran yang terkait dengan peralatan, operasi kendali, penyesuaian kursi dan lainnya. Kebutuhan tersebut dapat ditentukan berdasarkan ukuran persentil 5th dari jangkauan tangan ke depan. Posisi penempatan item lain yang juga berkaitan dengan jarak jangkauan antara lain: Keranjang tempat komponen, peralatan, komponen, alat bantu, kabinet dan petunjuk operasi.
f. Pertimbangan stereotip populasi
Perancang harus memeriksa stereotip pekerja terlebih dahulu sebelum melakukan perancangan. Praktek ini berguna untuk menjaga penempatan relatif dari perlengkapan, peralatan dan komponen bagi area pekerjaan yang mirip.
g. Pertimbangkan faktor psikososial
Area kerja yang tidak teratur, tidak menyenangkan dan tidak menarik dapat membuat pekerja frustasi. Sebaliknya area kerja yang teratur, reliabel, sederhana, aman dan menarik akan memotivasi pekerja. Manusia lebih memilih display/ peralatan kendali yang kompatibel.
h. Spesifikasikan faktor lingkungan
Area kerja harus mampu melindungi pekerja dari efek lingkungan yang tidak diinginkan seperti: panas, kelembapan, kebisingan, pencahayaan, silau, getaran dan suhu dingin
i. Selidiki kemungkinan untuk standarisasi
Standarisasi menawarkan banyak keuntungan seperti: penghematan biaya pengembangan hardware, waktu pelatihan yang lebih pendek, mengurangi kemungkinan terjadinya error oleh operator.
j. Pertimbangkan sistem secara keseluruhan
Hubungan operasional dalam sebuah sistem mendefinisikan lokasi relatif dari berbagai area kerja. Hubungan tersebut jugamendefinisikan kebutuhan peralatan pada masing-masing posisi kerja.
k. Desain untuk pemeliharaan
Metode terbaik untuk memastikan fitur perawatan area kerja adalah menyelidiki desain dari sudut pandang insinyur perawatan, seolah-olah aktivitas perawatan sedang dilaksanakan.
l. Izinkan berbagai postur kerja
Postur kerja operator harus bisa bergantian antara duduk dan berdiri. Hal ini mungkin membutuhkan tinggi permukaan kerja dan dimensi kerja lainnya yang dapat disesuaikan.
m. Minimumkan bahaya
Potensi kecelakaan pada area kerja harus diminimasi. Sebagai contoh, gesekan yang tinggi antara tapak sepatu/ sandal dan lantai dapat menghindarkan pekerja dari bahaya tergelincir dan jatuh.
n. Pertimbangkan lokasi komponen kerja yang tetap
Lokasi yang tetap untuk peralatan, material dan alat kendali akan menghilangkan elemen gerak yang tidak efektif seperti mencari dan memilih.
Pentingnya Menerapkan Ergonomi Kerja
Ergonomi yang tidak baik adalah kontributor utama terhadap kecelakaan kerja akut ataupun yang terbentuk seiring waktu. Kecelakaan akut akibat kurang baiknya ergonomi kerja misalnya cedera tulang belakang karena mengangkat benda dengan teknik yang tidak tepat. Selain itu, pekerjaan yang mengharuskan seseorang melakukan gerakan yang sama dari hari ke hari. Seiring berjalannya waktu, bila pekerja terus melakukan gerakan yang tidak ergonomis akhirnya dapat muncul rasa tidak nyaman, cedera, hingga disabilitas. Contoh lainnya, pekerja sering kali duduk atau berdiri untuk waktu yang lama. Jika workstation milik pekerja yang bersangkutan tidak ergonomis sehingga posturnya tidak baik, akhirnya akan muncul nyeri ataupun cedera. Nyeri leher dan bahu kronis yang umum dialami pekerja umumnya sangat terkait dengan lingkungan kerja yang kurang ergonomis.
Berdasarkan contoh-contoh tersebut, jelas terlihat bahwa ergonomi kerja perlu diterapkan dalam setiap perusahaan. Berikut merupakan keuntungan dalam melakukan penerapan ergonomi kerja :
a. Meningkatkan produktivitas
Makin ergonomis workstation yang dimiliki seorang pekerja, makin nyaman pula ia melakukan pekerjaannya. Tidak ada tekanan yang tidak perlu, baik fisik maupun mental. Tidak ada juga postur yang kurang baik berkat baiknya desain lingkungan kerja. Dengan demikian, pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah dan nyaman. Dengan menurunnya tekanan, risiko cedera, serta meningkatnya kenyamanan dalam bekerja, umumnya produktivitas seseorang juga turut meningkat. Selain itu, riset juga menunjukkan, frekuensi karyawan mengajukan izin juga menurun karena lingkungan kerja yang lebih sehat, nyaman, serta aman.
b. Menghemat biaya
Setiap kecelakaan kerja yang terjadi merupakan tanggung jawab perusahaan. Sebab itu, penerapan prinsip ergonomi sebetulnya berkaitan erat dengan penghematan biaya operasional. Seperti yang telah diketahui, melalui desain lingkungan kerja yang ergonomis, kita berupaya untuk menjadikan para pekerja lebih sehat dan terhindar dari cedera. Jika dilihat dari perspektif keuangan, hal tersebut berarti menekan kompensasi biaya yang mungkin perlu dikeluarkan oleh perusahaan. Lebih dari itu, opportunity cost yang mungkin muncul akibat adanya staf yang cedera juga dapat dihindari. Jadi, sebetulnya setiap pemilik usaha dapat melihat upaya menciptakan lingkungan kerja yang ergonomis sebagai sebuah investasi.
c. Meningkatkan kualitas kerja
Dengan memperbaiki lingkungan kerja, pekerja dapat bekerja secara lebih efisien. Selanjutnya, kualitas dari pekerjaan pun makin baik. Selain karena pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien, peningkatan kualitas kerja juga didukung oleh performa karyawan yang jauh lebih sehat dan merasa nyaman saat bekerja. Secara tidak langsung, karyawan juga bebas dari rasa khawatir saat bekerja karena ada jaminan bahwa lingkungan kerjanya aman dan sehat. Tidak heran bila kualitas pekerjaan menjadi lebih baik. Dampak lain yang tidak kalah penting, karyawan merasa ingin memberikan kualitas pekerjaan terbaik sebab merasa diapresiasi. Perusahaan yang fokus menerapkan ergonomi di lingkungan kerja memiliki nilai lebih di mata para karyawannya.